MENITI JAMBATAN KESUSAHAN
Oh tidak, bukan begitu, soal harta dan ketaatan itu berlainan, bukankah Nabi Muhammad sendiri seorang yang miskin, sehingga pembesar Mekkah menawarkan harta, perempuan dan jabatan supaya Nabi meninggalkan ajaran dakwahnya ?
Berbicara hal ini, saya bawakan sepotong ayat dari surah An-Nahlu, ayat 71. “Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada hamba-hamba yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?.
Jelas di sini, Tuhan mengatakan Dialah yang melebihkan rezki sebahagian antara kamu, dan tiadalah kaitan antara ibadah itu dengan rezki, melainkan kebetulan jua. Sesungguhnya rezki yang sebenar-benarnya ialah di akhirat. Bahkan bebas dari azab kubur di alam barzakh pun merupakan satu rezki yang besar. Siapa antara kita yang telah mendapat jaminan bebas azab kubur?
So, pandangan, penilaian, dan pertimbangan akal melibatkan apa yang nampak sahaja adalah salah. Justeru kita perlu memandang ada sisi lainnya, yakni yang tak nampak dimata. Tapi wujud. Kebahagiaan, ketenangan, tidak nampak dimata seperti sebiji gelas atas meja, tetapi didalam hati namun ianya terpancar keluar memberi gambaran ketenangan yang dimiliki. Melalui tutur kata, tingkah laku dan cara bertindak.
Kesimpulan,marilah mengejar kebahagiaan yang abadi, bersyukur jika anda kaya dan senang, bersabar jika anda susah dan meniti hidup di atas jambatan kesusahan, kerana pasti ada pembalasan yang lebih besar buat orang yang bersabar. Amin
Comments